Kamis, Desember 01, 2011

Membagi Ilmu : Why not?

Rabu - Kamis, 30 November 2011 s.d 1 Desember 2011 ini saya kembali mengikuti Workshop TOT Metodologi Pembelajaran IPS Berbasis ICT Untuk mendukung Pengembangan Rancangan Konten Digital Materi Ajar di Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi D.I. Yogyakarta. Bukan pelaksanaan workshopnya yang akan saya share-kan di sini. Sebab para pembaca pasti sudah mahfum dengan workshop semacam ini, pasti kegiatannya hanya seperti itu-itu saja. Namun saya akan menuliskan seperti judul di atas, Membagi Ilmu : Mengapa tidak? Boleh dikata saya mengikuti jalannya workshop ini dengan tertatih-tatih, karena ada prasyarat pengetahuan yang belum saya kuasai. Lebih jelasnya, jauh sebelum workshop ini telah dilaksakan TOT Outhoring Tools dengan materi Lectora. Kebetulan yang dikirim adalah seorang rekan saya. Kebetulan juga, rekan tersebut belum mengimbaskan ilmunya kepada teman-temannya, termasuk saya tentunya. Karena belum menerima pengimbasan ilmu, maka dampaknya saya tidak dapat mengikuti materi workshop ini dengan baik. Dalam peribahasa Jawa, saya laksana Kaya kethek ditulup (Seperti monyet kena sumpit, hanya bengong tengok kanan, tengok kiri). Untung saja saya sedikit menguasai dasar-dasar komputer dan TIK, sehingga tidak begitu kentara kebengongan saya. Saya tidak sedang menghakimi, apalagi menyalahkan rekan saya yang belum mengimbaskan ilmunya, namun secara naluriah apalagi menyangkut beban moral, maka semua ini terpaksa harus saya keluarkan dalam media ini. Muara dari tulisan ini, saya ingin mengatakan : Membagi ilmu kepada orang lain -apalagi ilmu tersebut memang harus diimbaskan- adalah sesuatu yang sangat mulia. Guru yang tidak mau membagi ilmunya kepada orang lain sebaiknya tidak usah menjadi guru. Sebab profesi guru adalah profesi yang menuntut kesadaran yang mutlak untuk mau membagikan ilmunya kepada orang lain. Kalau mau berteori sedikit, bukankah ilmu yang dibagi kepada orang lain, bukannya berkurang, tetapi justru semakin bertambah banyak? Namun, masih saja ada guru-guru yang merasa tidak perlu mengimbaskan ilmu yang diperolehkan kepada orang lain, dengan berbagai alasan yang mendasarinya. Wallohu a''lam bishowab

Jumat, Agustus 12, 2011

Sepeda baru, semangat baruku....


Kring.... kring ada sepeda...
Sepeda roda dua, kudapat dari mamam....
k'rena ku ingin olah raga ..

Nyanyian itu yang selala kusenandungkan dalam hati ketika Kamis, 11 Agustus 2011 secara mendadak istriku mengajak ke toko untuk membelikanku sebuah sepeda. Sepeda ini rencananya akan kupakai ke tempat kerja. Bukan latah ingin seperti para PNS di Kota Yogyakarta yang punya progran SEGASEGAWE (Sepeda Kanggo Sekolah lan Nyambut Gawe) tetapi didasari oleh kesadaran pribadi bahwa akhir-akhir ini aku mudah sekali sakit. Flu dan badan lemah-lunglai adalah makanan sehari-hari bagiku. Sehari sehat, sehari sakit, demikian hari-hari yang kujalani.

Memang seorang teman pernah mengatakan bahwa umur 40 adalah "puncak kemunduran kesehatan seseorang. Pada masa ini akan mudah terserang penyakit bila daya tahan tubuh tidak dipersiapkan sebelumnya", demikian temanku berteori. Sayapun segera membenarkan kata-katanya karena memang mengalami sendiri. Akhir-akhir ini mudah sekali sakit. Jujur saya sadari, selama ini sangat malas berolah-raga. Himpitan pekerjaan dan seabreg alasan lain mendorongku menjadi manusia malas menggerakkan badan.

Maka, sebuah "skenario" kami buat, sepeda motor yang selama ini saya pergunakan untuk bekerja, dijual. Sebagai gantinya, saya harus mau bersusah - payah mengayuh sepeda onthel menuju tempat kerja. Jalan yang menanjak, kaki yang pegal-pegal atau sedang berpuasa, tidak boleh menjadi alasan untuk menggagalkan "skenario" ini. Demi kesehatan yang harus kuraih....!!!!

Singkat cerita, sepeda merah akhirnya menjadi milik kami, dan pagi tadi, Jumat, 12 Agustus 2011, saya benar-benar berangkat kerja dengan mengayuh sepeda. Jalanan yang menanjak dan riuh-rendah jalanan oleh lalu-lalang sepeda motor tidak menyurutkan niatku karena sinar mentari pagi yang menggerayangi tubuh, lebih menghangatkan semangat 45 di dada ini.

Kring.... kring..... ada sepeda.... sepeda roda dua...

Bait lagu itulah yang selalu kusenandungkan mengiringi ayunan pertamaku, meskipun tadi malam diriku tidak sempat makan sahur karena bangun kesiangan. Namun demi kesehatan, semua akan terasa enak.....

Rabu, Agustus 10, 2011

Istriku (juga) Keluar dari KPRI

Senin pagi, 8 Agustus 2011 ketika kami sibuk menjalani rutinitas pagi hari. Mandi, memberi sarapan dan melayani si kecil, mendadak saya dan istriku "kembali" membicarakan masalah Permohonan Berhenti dari Anggota KPRI XXXXX. Topik itu kembali mengusik hati kami berdua, sebab istriku telah mengirimkan Surat Permohonannya sejak bulan April 2011. Artinya telah 4 bulan berlalu belum ada tanda-tanda Pengurus KPRI menanggapi dengan serius. 4 surat telah kami layangkann untuk mengkonfirmasi apakah permohonan berhenti dikabulkan atau ditolak?

Memang beberapa bulan yang lalu, istri saya dipanggil menghadap pengurus. Namun ternyata pemanggilan itu bukan memberikan keputusan, tetapi justru hanya "merayu" supaya dia tidak keluar. Bahkan dengan membawa-bawa jargon "Koperasi adalah ladang ibadah kita!" Sebuah argumen yang tidak bisa kami terima. Bagaimana mungkin koperasi yang membungakan uangnya bisa dikatakan sebagai ladang ibadah? Bagaimana mungkin modal yang dikumpulkan sedikit demi sedikit dari anggota, mendadak dalam waktu singkat disikat oleh segelintir orang, bisa dikatakan mendatangkan amal? Bagaimana mungkin sebuah gerakan yang cenderung mengambil nilai-nilai kapitalis dan mengesampingkan nilai-nilai kekeluargaan bisa dikatakan lapangan untuk mencari amal ibadah?

Sebuah argumen yang mengada-ada!!!
Maka pagi itu, kami kembali serius memperbincangkan langkah selanjutnya untuk menegakkan prinsip yang telah kami ambil : KELUAR DARI KPRI.
Bahkan dalam hati kami sudah terselip niat, apabila pengurus sengaja mengulur-ulur waktu, kami akan mencari nasehat (advis) ke Pusat Koperasi Pegawai Negeri (PKPN)atau bahkan kalau perlu ke Dinas terkait. Semua itu akan kami tempuh karena keseriusan niat kami untuk keluar.
Pagi yang semula indah, terpaksa kami isi dengan diskusi yang cukup membuat kening berkerut.

Semua pun berlalu seperti apa adanya. Mendadak, sebuah SMS masuk ke HP ku. Dari istriku... Dia mengabarkan bahwa Pengurus KPRI XXXX mengabulkan permohonannya untuk keluar sebagai anggota. Aku pun melonjak gembira menerima kabar tersebut. Apalagi disertai permintaan manjanya untuk diantar ke kantor KPRI mengambil semua tabungan/simapanannya.
Siang yang menyengat tidak kami rasakan, karena hati yang bahagia lebih kuat menghujam di dada. Kami berdua, layaknya sepasang kekasih, berangkat menyusuri jalan yang penuh sesak dengan kendaraan bermotor, meluncur untuk mengambil tabungannya di koperasi.

Tapi, kebahagiaan yang telah membahana di dada mendadak semakin surut, ketika setibanya di kantor, kami mendapat jawaban : Mohon maaf Pak, mohon maaf Bu, ternyata jumlah simpanan Ibu belum kami rekap. Mohon kesabarannya, apabila telah selesai di rekap, Ibu akan kami hubungi. Silakan tinggalkan nomor telepon yang bisa dihubungi.

Simpanannya belum direkap?
Akan kami hubungi? Bahkan ketika saya mengetikkan postingan ini pun pengurus belum juga menghubungi istriku untuk menerima haknya.

Maka di hatiku, aku hanya berbisik lirih....
Ternyata KPRI ku tersayang benar-benar di ambang kebangkrutan......

Sepeda motorku terjual : Dilema untuk anakku

Mas Ibnu, pada pagi ini Bapak akan memberitahukan sesuatu yang mungkin saja membuatmu kurang berkenan. Sebenarnya hal ini sudah sangat lama kami rencanakan, hanya saja kesepakatannya baru saja Bapak terima melalui SMS.

Hal yang ingin Bapak katakan adalah : Motor Suzuki SMASH kita akan dibeli oleh teman Bapak yang bernama Pak Yuwono. Kesepakatan akan menjual terjadi sejak Bulan April lalu, tapi pak Yuwono baru akan membayar nanti siang.Hal ini kami lakukan mumpung Pak Yuwono berani membayar agak mahal.

Saya yakin kabar ini pasti tidak mengenakkan hati Mas Ibnu, namun terpaksa Bapak harus memberitahukannya.

Bapak dan Ibu bukan berarti kekurangan uang, atau sangat membutuhkan uang, tetapi hanya memanfaatkan momentum saja, mumpung ada yang berani membeli motor SMASH dengan harga yang agak lumayan.

Alasan lainnya, Bapak berencana berangkat kerja dengan menggunakan sepeda. Sepeda???? Mungkin Mas Ibnu kaget mendengarnya. Ya, Bapak akan berangkat kerja dengan menggunakan sepeda dengan tujuan biar badan sehat dan menyadari supaya tidak sombong karena keluarga kita sudah ada peningkatan.


Mas Ibnu bisa belajar memahirkan naik motor dengan motornya Umi. Oke Mas Ibnu, itu yang akan Bapak katakan. semoga Mas Ibnu bisa memahaminya. Ada banyak salah kata yang kurang berkenan Bapak mohon maaf.


Itulah pesan lengkap yang saya kirimkan ke akun FB anakku, Mas Ibnu Qusyairi, yang saat ini memang berjauhan dengan kami. Dia menuntut ilmu di kota Yogyakarta, sedangkan kami di Gunungkidul.
Pesan itu perlu saya tuliskan, karena akhir-akhir ini Mas Ibnu, anak pertama kami, yang baru duduk di kelas 3 SMP, baru semangat-semangatnya belajar naik motor. Memang saya dan istri saya melarang Mas Ibnu belajar naik motor, sebelum umur 15 tahun, karena emosinya belum stabil.
Nah, pada saat liburan semester kemarin, dia memohon izin akan belajar naik sepeda motor, dan kami mengizinkannya. Luaaaar biasa, hanya belajar selama 1/2 hari, dia sudah mampu mengendarai motor. Bahkan ketika bangun dari tidur siang, Mas Ibnu bertanya pada uminya, apakah tidak sedang bermimpi bahwa sekarang sudah bisa mengendarai motor?
Betapa bahagianya dia, kami dapat melihatnya di raut wajahnya yang polos.

Mendadak siang itu, teman mengirim SMS akan membayar pembelian motor yang telah kami bicarakan 4 bulan lalu. Artinya, mau tidak mau sepeda motorku yang "kebetulan" disukai oleh Mas Ibnu akan segera beralih tangan. Padahal kami belum pernah membicarakan hal ini pada anak-anak kami. Ya Alloh, rasanya hati ini teriris-iris bila membayangkan, Mas Ibnu pulang dari asrama dan bertanya : "Pak, di mana motor SMASH-nya, saya mau latihan....."

Kamis, Juni 16, 2011

Lomba Menulis Puisi SMP Ali Maksum

Bagi kamu yang berstatus sebagai pelajar SMP/MTs se-DIY, yang suka menulis, yang ingin karyanya dibaca banyak orang, yang ingin punya buku, OSIS SMP Ali Maksum mengajak Anda bergabung dalam lomba menulis puisi untuk pelajar SMP/MTs se-Provinsi DIY.

Ada hadiah bagi yang menang. Karya Anda juga berkesempatan diterbitkan dalam antologi puisi Cinta Bersemi di Rumah Santri. Di buku itu karyamu akan berdampingan dengan para penyair dan penulis muda nasional.

PERSYARATAN
1. Pelajar SMP/MTs di wilayah DIY, yang sudah lulus UN juga boleh
2. Karya yang dilombakan adalah karya sendiri
3. Karya tidak sedang diikutkan dalam lomba lain
4. Karya belum pernah dipublikasikan dalam media apa pun
5. Karya yang layak, akan diterbitkan dalam antologi puisi Cinta Bersemi di Rumah Santri
6. Keputusan juri mutlak
7. Bagi karya pemenang yang terbukti melanggar persyaratan, seperti keaslian karya dan pelanggaran hak cipta atau hak publikasi, kemenangan akan dibatalkan.
8. Dilarang mencantumkan nama pada karya
9. Sertai karya Kamu dengan lampiran biodata yang berisi (1) judul karya, (2) nama asli, (3) kelas dan nama sekolah, (4) hobi, (5) alamat rumah, (6) e-mail, jika punya, (7) nomor telepon, telepon sekolah juga boleh, (8) prestasi yang pernah diraih, dan (9) hal lain yang Kamu anggap perlu dicantumkan.
10. Naskah yang dikirim langsung/melalui pos (dalam bentuk hard copy/print out) dibuat rangkap tiga.

Tema umum:
“Cinta Bersemi di Rumah Santri”
Subtema:
cinta sahabat, cinta keluarga, cinta orang tua, cinta guru, cinta ilmu,
cinta makhluk, cinta lingkungan, cinta agama, cinta Rasul, dan cinta Tuhan.

HADIAH
Juara I
100.000, piagam, dibukukan dalam antologi Cinta Bersemi di Rumah Santri

Juara II
75.000, piagam, dibukukan dalam antologi Cinta Bersemi di Rumah Santri

Juara III
50.000, piagam, dibukukan dalam antologi Cinta Bersemi di Rumah Santri

Juara Harapan
dibukukan dalam antologi Cinta Bersemi di Rumah Santri

PENGIRIMAN
Melalui email lombapuisi@telkom.net
paling lambat 23 Juni 2011 pukul 24.00 WIB

Diantar/dikirim langsung ke:
SMP ALI MAKSUM
Jalan Cuwiri 230, Jogokaryan, Mantrijeron Krapyak [Utara Kandang Menjangan]
E-mail: lombapuisi@telkom.net
Website: www.smpalimaksum.sch.id
CP: 085292010992 [Sabjan Badio]

Sumber Informasi : Diambil dari Milis JIS-DIJ
Pengirim : "Sabjan Badio"

Rabu, April 06, 2011

Saya keluar dari KPRI...!!!

Senin, 4 April 2011 saya keluar dari Koperasi Pegawai Negeri (KPRI), karena perbedaan prinsip antara saya dan pengurus. Sebuah sejarah telah saya torehkan, karena selama ini belum ada PNS yang berani keluar dari KPRI kecuali karena mutasi tempat tugas. Semoga keputusan yang saya ambil tidak salah!

Itulah status yang saya tulis dalam jejaring sosialn Facebook pada hari Rabu, 6 April 2011. Memang pada hari Senin pagi saya kedatangan seorang pengurus KPRI tempat saya bernaung selama ini. Beliau membawa surat resmi pemberitahuan bahwa Surat Permohonan Berhenti dari Anggota KPRI XXXXXX telah disetujui oleh pengurus. Dalam surat tersebut saya juga diperintahkan untuk mengambil semua simpanan yang ada di koperasi tersebut pada hari itu juga.

Melihat kenyataan tersebut hati saya menjadi lega dan bersyukur. Setelah mengalami pergulatan batin yang cukup lama dan diskusi dengan istri saya berulangkali, setelah melihat, membaca dan merasakan kondisi KPRI XXXXXX yang tidak kondusif lagi saya ikuti, maka pada 21 Februari 2011 secara resmi saya mengirimkan surat pengunduran diri sebagai Anggota KPRI. Surat tersebut saya kirimkan tepat 2 pekan sebelum pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan (RAT). Permohonan tersebut juga saya sampaikan secara lesan pada pelaksanaan RAT, hari Sabtu, 19 Maret 2011.

Sabtu, 19 Maret 2011 sebelum pelaksanaan RAT saya sempat bertemu dengan Sekretaris dan menanyakan kejelasan surat permohonan saya. Saya dipersilakan untuk menghadap salah seorang Pengawas. Maka pada pagi hari itu, sebelum RAT dilaksanakan saya sempat berdiskusi cukup panjang dengan beliau. Gaya bahasa yang kebapakan, dewasa, matang dalam berfikir dan tidak menyalahkan yang ditampilkan oleh bapak pengawas ini, membuat saya nyaman berlama-lama bertukar-pikiran. Bahkan semua alasan yang menjadi dasar pengunduran diri saya secara jelas dan gamblang saya sampaikan kepada beliau. Dari diskusi yang kami lakukan, memang ada sedikit harapan supaya saya tidak keluar dari KPRI dengan berbagai pertimbangan. Namun keputusan saya sudah mantap, ingin keluar dari KPRI dengan segala resiko yang harus saya tanggung. Meski di akhir diskusi tersebut saya katakan kepada Pak Pengawas "Bahwa saya akan taat pada keputusan pengurus".

Pagi itu, Senin 4 April 2011 saya benar-benar lega

Senin, Januari 17, 2011

Aspirasi Reuni anak-anak Sdensa 2010

Mendengarkan suara anak-anak, apalagi itu mantan murid adalah sebuah kebahagiaan tersendiri bagi saya, sebagai seorang guru. Sehingga ketika ada sebuah usulan dari beberapa alumni anak-anak sdensa melalui media jejaring sosial Facebook, tentang keinginan mereka mengadakan reuni, maka keinginan mereka saya tangkap sebagai sebuah sesuatu yang serius.

Memang bila dilihat dari jarak waktu mereka lulus, yang belum genap 1 (satu) tahun barangkali acara reuni adalah sesuatu yang belumpenting dilaksanakan. Namun bukan itu letak permasalahannya. Sebuah reuni, bukan ditentukan oleh lama atau sebentarnya sebuah perpisahan. Reuni sangat berhubungan dengan dengan perasaan dan kenangan. Sehingga ketika wacana mengadakan acara reuni yang diusulkan oleh anak-anak lulusan tahun 2010, saya pun menanggapi dengan serius, sangat serius malah.

Melalui media jejaring sosial facebook juga saya selalu kontak dengan beberapa anak alumni sdensa. Saya tanyakan keseriusan mereka terhadap rencana itu. Ternyata mereka juga serius menginginkan kegiatan itu dilaksanakan. Bahkan satu-dua anak selalu menanyakan, apakah rencana reuni sudah diagendakan oleh sekolah, ketika saya on-line di FB. Melihat keseriusan mereka tersebut, saya menjanjikan untuk mengusulkan aspirasi mereka pada saat rapat koordinasi Dewan Guru.

Sayang sekali, sekolah memiliki agenda yang sangat padat, sehingga aspirasi mereka belum sempat saya sampaikan dalam rapat resmi. Baru pada pagi tadi, Senin, 17 Januari 2011, saya berkempatan menyampaikan aspirasi mereka. Tetapi jawaban dari sekolah, belum bisa mengagendakan kegiatan reuni untuk anak-anak alumni 2010. Dari satu sisi saya bisa memahami alasan sekolah, namun saya tidak berhenti sampai di situ, saya menemui Bu Parni, salah seorang guru senior yang saya kenal kredibilltasnya pada anak-anak.

Dari beliaulah saya mendapat jawaban yang sangat menyejukkan : meskipun sekolah belum bisa melaksanakan acara reuni, tetapi silakan kalau anak-anak ingin membuat semacam pertemuan kangen-kangenan, saling mengingat kenangan yang pernah ada. Silakan dipersiapkan dan dibuat sendiri. Pihak sekolah hanya bisa memfasilitasi.

Jawaban yang sangat menyejukkan barangkali. Naah... sekarang tergantung pada anak-anak alumni sdensa 2010. Mampukah kalian merencanakan, memepersiapkan, dan melaksanakan sendiri pertemuan tersebut? Bila kalian mempunyai keinginan yang kuat, saya yakin kalian pasti mampu melakukannya. Oke.... saya tunggu jawaban kalian...